![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiClvF2hf9ThGezdzu0f8ZJ5_2u-5A1ZVclY1xS9FskS_zYy0DH8zMpTyBAi-7IXekxFEXiEyrBnAG9ETjslY7q2usUs_myG0p-OSnjEaqcPg0gYIMIxVG262F07ic153tnqF2L5vo5ZzOM/s320/chocolife2.jpg)
The power of color
26 01 2007
Untuk meningkatkan pangsa pasarnya, para produsen bersaing untuk mendapatkan ruang yang paling besar dalam rak di toko eceran retail. Semakin besar ruang yang didapat oleh suatu produsen, semakin besar kemungkinan barangnya untuk di beli konsumen. Ini bisa disebabkan oleh persepsi konsumen yang beranggapan bahwa produk yang mendominasi rak adalah produk yang sedang laku dan memiliki kualitas yang tinggi diabanding produk yang hanya mempunyai ruang yang kecil. Selain itu, mendominasi rak juga dapat membantu promosi produk tersebut karena secara visual produk tersebut lebih menonjol dibanding produk lainnya. Oleh karena itu, produsen akan berusaha keras supaya produk mereka mendapat ruang yang besar. Salah satunya dengan menawarkan rebate kepada retailer yang memberikan ruang yang besar untuk produk mereka. Cara lain misalnya dengan cara melakukan kerja sama dengan retailer untuk membuat produk baru seperti yang dilakukan oleh Seven Eleven dengan Ajinomoto.
Bagi retailer sendiri, mereka akan menata rak sedemikian rupa untuk memaksimalkan penjualan atau keuntungan. Untuk itu, retailer akan memberikan ruang yang besar untuk produk yang banyak terjual. Dengan menggunakan data penjualan (misalnya POS data), retailer dapat menentukan produk mana saja yang harus mendapat prioritas dalam rak mereka. Hanya, untuk produk-produk baru, retailer akan kesulitan menentukan porsi ruang karena untuk jenis produk tersebut retailer tidak mempunyai cukup informasi penjualan.
Untuk produk-produk baru, biasanya daya tarik dari produk-produk tersebut akan menentukan besar kecilnya ruang yang diberikan. Salah satu faktor yang menentukan daya tarik adalah warna, baik warna produk itu sendiri atau warna kemasannya. Warna bisa memberikan kesan tertentu terhadap suatu produk. Warna yang lembut bisa membawa ketenangan bagi yang melihatnya. Warna yang kontras akan mudah ditangkap dan mengundang perhatian orang. Untuk meningkatkan daya tarik konsumen, produsen harus memilih kombinasi warna yang cocok untuk produknya dan dapat menarik perhatian orang lain.
Contoh yang menarik adalah chocolife, produk baru dari Meiji yang dikelurkan semptember tahun lalu. Chocolife terdiri dari delapan rasa, masing-masing rasa diberi kemasan dengan warna yang berbeda. Misalkan untuk rasa susu warna merah, rasa orange warna oranye, rasa teh warna hijau. Bagian atas kemasan diberi warna cokelat untuk menekankan bahwa produk tersebut adalah cokelat. Kedelapan rasa ini bila dipajangkan secara teratur akan memperlihatkan kombinasi warna yang menarik sehingga dapat membuat konsumen untuk mencoba membelinya. Dalam waktu singkat, cokelat ini sudah menjadi bahan pembicaraan. Banyak retailer, terutama convinience store, yang memesan cokelat ini untuk dijual di toko mereka. Biasanya retailer memesan semua rasa karena effek dari warna akan terlihat bila semua rasa disusun bersebelahan.
Contoh lain adalah hair wax produksi mandom yang diberi nama Gatsby Moving Rubber. Produk ini terdiri dari 6 jenis sesuai gaya rambut yang diinginkan. Setiap jenis diberi warna yang berbeda dan menyolok. Selain itu kemasannya pun berbentuk menarik sepeterti yoyo. Apabila kita masuk ke toko obat yang ada di Jepang, kita akan mudah mengenali dimana letak produk ini.
Produk-produk lain yang memanfaatkan effek warna misalnya iMac dari Apple Computer, Alto dari suzuki, Cash card dari Shinsei Bank. Tapi perlu diingat disini, walapun warna memegang peranan penting dalam menarik perhatian konsumen, produsen harus tetap memperhatikan kualitas barang tersebut. Apabila daya tarik warna tidak disertai dengan kualitas, warna akan memberikan effek yang sebaliknya.
http://donydw.wordpress.com
Hari yang menentukan
29 01 2007
Sabtu kemarin di tempat kerja saya, Osaka University, ada tes masuk S2. Tes ini dibagi menjadi dua bagian, tes tulis dan wawancara. Dalam tes wawancara, setiap pendaftar diberi waktu 15 menit untuk menjawab pertanyaan dari penguji. Sekitar 80 orang pendaftar mengikuti ujian ini. Pendaftar datang dari berbagai daerah di Jepang. Bahkan tidak sedikit mahasiswa asing dari Cina. Karena kursi yang tersedia hanya untuk 30 orang, lebih dari setengah pendaftar dipastikan gagal masuk S2.
Saya jadi ingat sekitar 6 tahun yang lalu ketika mengambil ujian S2 di Universitas Tohoku. Di depan beberapa orang profesor, saya harus mempresentasikan rencana penelitian dalam waktu singkat. Walaupun bukan tipe orang yang suka grogi, saat itu saya benar-benar grogi. Sepertinya apa yang ada di kepala tidak sesuai dengan apa yang keluar dari mulut.
Tapi hari Sabtu kemarin posisi saya bukan sebagai orang yang diuji, melainkan sebagai penguji. Keputusan saya sedikit banyak akan mempengaruhi kelulusan ke 80 pendaftar. Dengan kata lain, kata-kata “yes” atau “no” dari saya akan menentukan jalan hidup setiap orang yang mengikuti ujian. Tentu saja saya tidak bilang bahwa orang yang lulus ujian dijamin sukses dalam hidupnya. Dan saya juga tidak bermaksud lebih tahu daripada Tuhan tentang nasib hidup seseorang. Hanya saja saya merasakan betapa berat tanggung jawab saya, dan betapa berartinya setiap keputusan yang saya ambil bagi setiap orang yang diuji hari itu.
Tentu saja saya berusaha untuk tidak mencampuradukan antara pekerjaan dengan perasaan. Saya baca dengan teliti proposal penelitian setiap pendaftar supaya bisa memberikan penilaian yang obyektif. Tapi bisakah kita menilai seseorang secara obyektif dalam waktu 15 menit. Saya kira sulit, kecuali saya ahli dibidang psikologi.
Ya…inilah kenyataan. Dalam semua aspek kehidupan, kita diikat oleh berbagai macam keterbatasan. Dalam kasus ujian S2 ini, saya harus memberikan keputusan tentang layak tidaknya seseorang untuk lulus, dan bagi pendaftar sendiri mereka harus mempresentasikan kelayakan mereka untuk lulus, dua-duanya dalam waktu 15 menit.
Dan akhirnya keputusan itu dibuat. Semua berjalan sesuai rencana. Tepat 30 orang lulus masuk program S2 di Graduate school of Economics Osaka University. Sebagian yang lain tentu saja gagal. Di grup saya sendiri, yang terdiri dari 4 orang, kami menguji 8 orang dan meluluskan 3 orang diantaranya.